Senin, 16 Januari 2023 0 komentar

16 Januari 2023

16 Januari 2023. Sebentar lagi ulang tahunku yang ke-36. Ih ngeri banget... Sampai di umur segini menurutku aku belum menjadi apa-apa. Harapan yang sudah ditanam di memoryku sama Pak'e dan Buk'e belum bisa aku wujudkan. Mereka sangat berharap aku bisa menjadi PNS seperti anak teman-teman Buk'e dan Pak'e. Kalau ditanya apakah aku menjadi guru adalah sebuah keterpaksaan, akan aku jawab IYA. Dan memang hampir separuh usiaku saat ini aku sudah didesain untuk menjadi guru. Aku tak punya pilihan lagi. Kesadaran akan pertanyaan siapa diriku dan apa diriku mulai bermunculan. Aku mencoba mengalahkan diriku sendiri. Jujur, 2 tahun ini aku dihanam oleh pikiran-pikiranku sendiri. Mereka memberondongku dengan berbagai macam pertanyaan yang membuat aku menjadi tak berdaya. Aku tak punya lagi kepercayaan diri untuk menghadapi hidup. Aku sudah kehilangan jati diriku. Kehidupan begitu masive menghujam berkali-kali ke jantungku.

Aku tak pernah merasa ingin menjadi PNS. Tapi ketika teman-teman sebayaku satu per satu diterima, Buk e jadi bertanya-tanya dan itu yang membuat aku menjadi tak berdaya. Aku menjadi limbung dan tak tahu harus ke mana. Andai bisa aku mengulang waktu...? Setiap malam memikirkan itu, melihat video-video motivasi youtube, namun aku mamsih belum menemukan siapa diriku. Aku kehilangan arah.

Dulu ketika masih usia di bawah 30an, aku masih bisa bersombong. Teater yang jadi penyelamatku. Menghabiskan waktu berimajinasi ria memang menyenangkan. Aku menemukan tempat di mana energiku tak pernah ada habisnya, meski harus berlelah-lelah. Tapi mengajar di kelas adalah soal lain. Mesi sekarang aku sudah mulai bisa mengendalikannya. 30 menit mengajar seakan menguras seluruh energiku. Aku dilanda kelelahan yang amat sangat. 

Aku mencoba melepaskan teater perlahan-lahan. Untuk mengalihkannya aku sibukkan diriku di MIN 1. Melarutkan diri dalam pekerjaan-pekerjaan. Sesaat lupa memang, tapi saat malam datang, pikiran mulai bergelayut dan mulai meyerang mentalku sedikit demi sedikit, setiap hari. Dan... pada akhirnya aku merasa mentalku mulai melemah. Aku tak lagi sekuat dulu. Aku mulai hilang kendali dan limbung. Waktu mulai kuhabiskan untuk hal-hal yang tak produktif sama sekali. Aku menyerah. Seakan apa yang aku lakukan tak pernah mempunyai arti saman sekali. Aku mulai marah pada kehidupan, membenci waktu, dan tenggelam dalam keterpurukan. Hingga parahnya aku sempat membenci Tuhan, meski berkali-kali aku menepisnya.

Hari ini aku sedang berjuang melawan itu semua. Aku ingin mengembalikan energiku yang dulu yang sudah lama terbenam di dalam hati. Aku berusaha menerima kenyataan, berusaha lagi membuka hati, berusaha lagi menghubungi teman-teman sanggar teater. Berusaha lagi melatih teater dengan sepenuh hati. Berat memang. 

Kalian tahu, intinya apa? Intinya adalah bahwa apa yang aku sukai tidak bisa menjamin kesejahteraan hidupku dan keluargaku. Aku akui, Rumah, motor, dan segala sesuatunya dulu ditopang dari Teater. Dari aku olah rasa setiap malam, merenung dan menggoreskan ke buku, menuliskannya di layar laptop dan diwujudkan jadi sebuah karya. Mengasyikkan, hormon dopamineku keluar dan memberiku kebahagiaan yang luar biasa. Akan tetapi hingga sampai di titik ini aku masih belum dianggap mapan karena belum bisa menjadi PNS dengan gaji tetap setiap bulannya. Aku masih menggantungkan pada ketidakpastian.

Gusti... aku limbung... limbung sangat... aku tak tahu arah jalan... Apakah dengan aku kembali berteater kehidupan finansialku ke depan akan jadi lebih baik. Entahlah... setidaknya aku punya satu pegangan yang bisa aku banggakan, untuk diriu sendiri. 

Semoga esok akan lebih baik dari hari ini... 

Gusti, maaf... maaf... maaf... kuterima segala ketetapanmu. 

Selasa, 01 November 2022 0 komentar

Kepak Sayap Garuda


 Lagu yang dibuat dengan bahan bakar keisengan, kegabutan, dan sedikit bumbu semangat untuk memberi semangat orang lain. Padahal diri sendiri belum tentu punya semangat itu lagi.

0 komentar

02/11/2022




 

0 komentar

Huh...

Ketika kutulis ini, masih ada November dan Desember di tahun 2022. Seperti biasanya harapanku, semoga ada sesuatu yang bisa aku banggakan untuk 2023. Masih melekat jelas di benak, harapanku di tahun 2021. Nyatanya hari-hari berjalan biasa saja. Taka da yang spesial.    

0 komentar

Sial, Aku Mengumpat Lagi Pada Waktu

Pada titik ini aku kembali limbung. Terus berjalan tanpa tujuan atau berhenti? Untuk kembali lagi, semangatku sudah tak semembara dulu. Aku bukan pejuang, aku hanya pecundang yang menyembunyikan ketakutanku pada rutinitas. Berkali-kali aku menyalahkan waktu dengan segala sumpah serapahku. Apa yang dulu aku perjuangkan masih kabur dari bayangan, tak seperti harapan. Hidup dan menghidupi teater nyatanya kecil peluangnya untuk masa depan. Banyak hal yang harus aku pikirkan. Ada keluarga yang menunggu di rumah. Itu yang perlahan memadamkan bara api dalam hatiku. Tapi kenyataannya berjalan limbung di jalan ini sama pusingnya. Memikirkan tentang masa depan anak-anak yang entah nanti bagaimana.

Sial… aku mengumpat lagi pada keadaan. Tulisan inipun juga bertema sama dengan tulisan-tulisan sebelumnya. Aduh… sampai kapan umpatan ini akan berakhir? Apa pada akhirnya aku hanya akan menyalahkan diri sendiri dan keadaan? Entahlah… entahlah… dan entahlah… selalu entah ujung dari kalimat-kalimatku.

Ya… aku memang menyembunyikan kebencian, kegamangan, ketakutan, dan segala hal pada rutinitas. Seakan rutinitas yang sebenarnya tak kuinginkan jadi tempat pelampiasan semua kemarahan dan keruwetanku. Aku cuma berjalan satu arah, begitu saja. Tanpa tahu tujuan dan tanpa mau peduli apapun lagi.

Memutus hubungan dan kabar dengan teman-teman teater adalah salah satu cara untuk meluapkan semua perasaan itu. Bukan pada personalnya yang aku benci, aku hanya ruwet pada pikiranku sendiri. Aku merasa kehidupan teater tak memberi feedback yang cukup untuk hidup ke depannya. Aku merasa mengambil jalan yang salah untuk berjuang. Tak aku pungkiri bahwa dulu teater juga hanya menjadi tempat bernaungku melampiaskan kekesalan dan ketidak tahuan akan jalan mana yang harus aku ambil setelah lulus SMA. Kini sedikit demi sedikit teater mulai aku tinggalkan. Semangatku sudah tak semembara dulu lagi.

Belajar hal baru, membunuh waktu dengan menghabiskannya berjam-jam di depan komputer juga sepertinya akan memakan banyak waktu. Otakku menjadi penuh dan tak terkontrol. Aku menjadi sadar bahwa sepertinya aku memang bukan apa-apa dan siapa-siapa. Jujur aku sedang krisis identitas diri. Aku tak tahu siapa jati diriku sebenarnya. Aku hanya seonggok daging yang berjalan begitu saja. Dan kini aku 35 tahun menuju 36. Semoga nanti tidak ada yang mengingatkanku jika aku berulang tahun. Lalu seperti biasa, semoga… semoga saja… dan harapan hanya akan menjadi harapan. Membusuk di sudut hati yang sepi.

 

Madiun, 1 November 2022


Kamis, 27 Oktober 2022 0 komentar

Bingung

Aku bingung mau memulai dari mana. Bingung mau belajar apa lagi. Otakku penuh dengan keinginan-keinginan. Pada akhirnya aku cuma berhenti di satu titik.

Rabu, 14 September 2022 0 komentar

Madiun Sabtu, 2 Juli 2016

Sabtu, 2 Juli 2016

Madiun

               Lama sudah tak kutengok buku ini. Tiba-tiba hatiku tergerak untuk menggoreskan sesuatu.

…. Tak terasa waktu begitu cepat berlalu. Ia perkasa dan menggilas apa saja yang dilaluinya tanpa peduli. Ah… waktu, aku selalu takjub padamu. Kau menyatukan, mempertemukan, memisahkan dan segalanya tanpa peduli perasaan orang.

              10 tahun sudah aku mengenalmu. Begitu banyak hal terlewati. Kala itu kita mulai membangun mimpi bersama. Tertatih dan terseok untuk sekedar membuktikan pada dunia bahwa kita mampu. Huh… lucu memang… segala sesuatunya berjalan tak seindah di angan. Begitu banyak hal sulit datang namun kita mampu melewatinya. Banyak mukjizat tanpa kita sadari yang sampai detik ini aku masih belum bisa menalarnya.

              Tanpa kita sadari, satu persatu keinginan kita terwujud. Itulah yang kusebut mukjizat. Dan hal terbodoh sepanjang perjalanan ini adalah, kita berani mengambil perumahan. Padahal pendapatanku saja hanya sepertiga angsurannya. Lalu bagaimana lagi…? Ya sudahlah.

              Hadirnya Adek adalah mukjizat yang menjadi alasan untukku terus bergerak. Aku mencoba menerka belantara asa yang masih kabur ujungnya, tak terprediksi dalam otakku seperti apa. Tapi aku yakin, esok akan selalu ada jalan. Hidup kita memang penuh dengan kenekatan, dan mungkin kontrolnya cuma 5 persen. Itulah mengapa Adek punya daya kenekatan lebih besar dari pada anak lainnya. Memang itu ada dalam darah kita.

              Sering aku memprotes, meski dalam nurani, tentang hidup dan kehidupan. Lihat saja orang lain yang begitu mudahnya menjalani kehidupan. Mereka begitu teratur dan tertata segala sesuatunya. Ya… sepertinya sih… Sementara aku harus memutar otak, menyiapkan seluruh raga dan batinku, fisik dan psikisku hanya untuk sekedar menjaga bangunan yang telah kita rawat. Bekerja dengan mengandalkan kreatifitas bukan sesuatu yang mudah. Malam aku harus banyak terjaga untuk meramu ide. Lalu yang jadi pertanyaanku adalah, sampai kapan aku mampu seperti itu? Entahlah… apakah selamanya harus seperti itu. Bukan aku tak suka, namun hanya pertanyaanku takut tentang masa depan yang belum pasti. Jika aku sudah tak mampu berkarya lagi nanti bagaimana dengan bangunan pondasi kita…

              Ah sudahlah… kau tahu kan aku selalu malas mengungkit dan berkata panjang lebar. Aku hanya ingin terus bergerak. Karena sejatinya hidup adalah perubahan. Aku tak mau jadi pengecut yang bersembunyi. Aku ingin menjadi pejuang bagaimanapun terjalnya jalan yang kulalui. Masa bodoh terjatuh, persetan tertatih-tatih, aku akan bangkiti kembali.


 
;